Oleh : Aulia Rahman, SH., CHt (Pak Guru)
Sebuah kisah Anak dengan kecerdasan Naturalis yang terstimulasi dengan baik oleh orangtuanya.
Aku bertanya kepada bunda ketika sepulang sekolah aku tak melihat teman kesayanganku di tempatnya, ‘’Bunda, mana si ciko??‘’ teriakku kepada bunda.
‘’Ada di kandangnya sayang, ayo cuci kaki dulu terus ganti pakaiannya.‘’ alih perhatian bunda kepadaku.
Aku jawab iya perintah bunda tapi, dalam hati aku masih menggumam dan mencari dimana ciko. Aku bahagia ketika ciko hadir di rumah ini, semua serasa bernyawa. Selang beberapa lama bunda memanggilku.
‘’Ayu, ayo makan sayang... bunda sudah masak kesukaan Ayu nii..?!.‘’ Teriak bunda dari luar kamarku untuk mengajakku makan.
‘’Iya.. bun, sebentar ayu masih ganti pakaian.‘’ setelah itu aku mencoba bergegas menuju kesuara bunda dan menanyakan keberadaan ciko kembali.
‘’Bun, dimana ciko...?‘’ sambil sedikit merengek aku menarik pergelangan tangan kiri bunda yang hendak mengambilkan piring untukku di meja makan.
Bundapun menjawab dengan hal yang sama, ‘’Ada dikandang Ayu.‘’ ‘’Kenapa sih, semenjak ada ciko di rumah, ayu kok kelihatannya lebih sibuk dengan ciko dari pada dengan mainan lainnya?’’lanjut tanya itu.
‘’Ciko itu lucu bun, terus sejak ada ciko dirumah ini, Ayu lebih bersemangat.‘’ jelasku kebunda memberikan penegasan, kalau ciko itu binatang yang sangat aku sayang.
Ayu memang lebih bersemangat dalam hidupnya, belajarnya lebih giat ibadahnya tepat waktu, gumam bunda dalam hati. ‘’Tapi adahal yang tidak bunda suka dari kelakukan*Ayu ketika bersama Ciko, Ayu suka bermain dihalaman rumah dampai kotor semua pakaiannya!‘’ Ucapku pada Ayu.
Sambil makan masakan bunda, Ayu menjawab pernyataan-pernyataan bunda dengan berusaha melindungi Ciko.
‘’Bun, Allahkan mengajarkan kita untuk berbuat ksih sayang pada semua hambanya.‘’ jelasku pada bunda dengan halus.
Bunda kaget melihat pernyataan Ayu, padahal masih duduk di bangku kelas 1 (satu) sekolah dasar usianyapun masih tujuh tahun, dia masih anak-anak tapi mengapa dia lebih paham dan seperti orang tua yang paham segala sesuatu atas dirinya.
Setelah berapa saat di meja makan dan tanpa terasa, Ayu juga telah menghabiskan masakan bunda sebanyak dua porsi, lalu terdengar suara logam jatuh.
‘’Pyang...!!‘’ ‘’apa itu.!‘’ teriak bunda.
Lalu aku coba bergegas mencari tahu apa yang sedang terjadi.
‘’Ooh.. ternyata piring kecil di meja tamu jatuh‘’ teriakku dari tempat kejadian agar bunda tahu. Tapi apa yang terjadi, aku melihat kain taplak meja ruang tamu bergerak-gerak. Dengan rasa setengah ketakutan aku berteriak penasaran, ‘’bunda apa ini??‘’
Kemudian bunda datang menghampiriku, ‘’Ada apa yu?‘’ tanya bunda padaku
‘’Lihat bun, kainnya bergerak-gerak.‘’ dengan perlahan dan rasa takut bunda pelan-pelan mendekati dan mengangkat kain taplak meja itu, mencari tahu apakha yang sedang terjadi.
Setelah diangkat kain itu sama bunda, ternyata dibaliknya ada sahabat kecilku yang dari aku pulang sekolah aku cari. ‘’Ciko... ‘’ teriakku gembira. ‘’Akhirnya ketemu juga kamu, dari mana saja Ayu tadi sudah nyari kamu kemana-mana‘’ ucapku pada hewan bertelinga panjang itu.
Aku berpikir kenapa yaa.. anakku Ayu bisa seperti ini rasa sayangnya pada hewan peliharaannya, biasanya anak usia tujuh tahun melihat hewan kelinci atau sejenisnya itu hanya dibuat mainan saja seperti mainan barbee atau mainan robot buat anak laki-laki.
Rasa penasaran itu aku simpan dan aku coba tanyakan Mas Andik, mungkin sebagai Ayah Mas Andik lebih punya ikatan emosi lebih kepada putrinya, ‘’Yaa... biasalah kalau anak putrikan identik lebih dekat sama ayahnya.‘’ ucapku dalam hati sambil berlalu pergi dan membersihkan meja makan.
Sore pun telah pergi senja akan berganti malam dan suara adzanpun mulai terdengar.
‘’Ayu... sudah adzan magrib ayoo... ambil wudhu, mukena dan iqra’nya.‘’ tegurku mengingatkan anak mbarepku ini untuk berangkat mengaji di mushallah dekat rumah.
Sebelum Ayu melangkahkan kaki keluar rumah, terdengar suara dari depan pintu seorang laki-laki mengucapkan salam ‘’Assalamu’alaikum..‘’ Wa’alaikum salam... ‘’ sahut Ayu. ‘’Eeh Ayah datang... ‘’lanjutku menyambut ayah.
‘’Mau berangkat ngaji ya Yu??‘’ tanya Ayah
‘’Iyaa.. Yah, Ayu mau berangkat ngaji, Ayu pamit ya... ‘’
‘’Ati-ati yaa..‘’ sahut Ayah sambil mengelus kepalaku.
‘’Assalamu’alaikum‘’ Pamit Ayu pada Ayah dan Bunda.
‘’Wa’alaikum Salam‘’ jawab Ayah dan Bunda, sambil berlalu pergi dari ruang tamu menujuh keruang tengah.
Setelah meneguk segelas teh hangat, Ayah kok masih mendengar suara Ayu didepan rumah, dan sesegera Ayah mencoba mendatanginya, ternyata Ayu belum berangkat masih berpamitan pada sahabat kecilnya dan ayah menegur. ‘’Ayu.. Kok masih belum berangkat, Ayoo tuuh sudah mau Ikomah‘’ perintah ayah agar aku segera bergegas kemushalah.
‘’Iyaa, yah ini Ayu mau berangkat.‘’ Jawab Ayu, menghindari agar ayah tidak marah dengan kelakunnya.
Setelah Ayu bergegas pergi kemushallah ayah, juga bergegas masuk rumah dan menuju kamar untuk berganti pakaian dan mandi membersihkan badan dari keringat dan rasa gerah sepulang bekerja.
Dari luar kamar mandi terdengar suara ibu bertanya pada ayah, ‘’Ayah sehabis shalat apa langsung mau makan?? ‘’ tanya bunda pada ayah.
‘’Tidak bun, ayah mau nunggu Ayu pulang ngaji dan makan bersama.‘’ jawab ayah dari balik pintu kamar mandi.
Setelah ayah mandi dan shalat magrib, bunda datang menghampiri ayah dan meluncurkan beberapa pernyataan tentang tingkah laku Ayu yang agak aneh.
‘’Ayah.. capek yaa hari ini pulang kerja, gimana tadi pekerjaannya yah.‘’ buka ibu dalam perbincangan yang lumayan mesrah seusai shalat magrib berjama’ah.
‘’Iyaa bun, hari ini ayah capek tapi gembira rasanya bun.‘’ jawab ayah pada bunda
‘’Kok bisa begitu yah, ada orang capek tapi gembira??‘’ tanya bunda kembali pada ayah dengan mimik yang menasaran aneh.
‘’Begini bun, ayah tadi di kantor bertemu dengan teman kuliah ayah yang sudah lama tidak bertemu, namanya Pak Aulia Rahman, beliau juga sarjana hukum seperti ayah tapi pak Aulia ini sejak semester dua jaman kuliah sudah menjadi guru jadinya beliau dipanggil Pak Guru oleh teman-teman kampus. ‘’cerita ayah menjelaskan rasa capeknya yang bercampur gembira.
‘’Lalu dimana letak kegembiraan ayah?? Kan biasa saja, tiga hari yang lalu ayah juga ketemu dengan teman ayah waktu SMA dan sama saja tidak ada yang haris dirayakan dengan kegembiraan.‘’ tanya ibu mempertanyakan siapa sesungguhnya Pak Aulia itu.
‘’Ooh... begini bun, Pak Aulia itu ternyata sekarang menggeluti dunia pendidikan dan psikologi anak, dan kayanya kita butuh dengan orang seperti beliau.‘’ Ayah pernah baca di sebuah artikel di koran. ‘’Bahwa sesungguhnya orang tua yang dimana mereka yang melahirkan dan membesarkan anaknya itu ternyata tidak memahami dan tidak lengerti apa yang harus mereka lakukan untuk buah hatinya.‘’ jelas ayah memberikan pemahaman kepada bunda.
‘’Ooh begitu yah, ya.. terus apa yang harus kita lakukan sebaiknya.‘’ balas bunda pada ayah.
‘’Naah, Pak Aulia bisa kita sebut sebagai tukangnya bun, mungkin dengan kita sharing dengan beliau kita menemukan jawaban dari apa yang terjadi pada anak kita.‘’
‘’Waah, kok kayanya bertepatan ya, yah?‘’ Sahut bunda
‘’Emang kenapa bun?‘’ Tanya ayah.
‘’Coba Ayah lihat anak kita Ayu, sejak ayah belikan ciko. Ayu terlihat asyik dengan Ciko, bahkan mau belajar, Shalat, Sekolah, Makan, Tidur pokoknya semua yang akan dilakukan Ayu, mesti Ayu pamitan ngobrol dulu dengan Ciko. Apa itu gak papa yah?‘’ tanya ibu dengan sedikit ketakutan dengan tingkah Ayu.
‘’Naahkan bun, akhirnya ada sebuah masalahkan?!‘’ tegas ayah. ‘’Hal seperti inilah bun, yang harus kita konsultasikan pada ahlinya, jangan sampai tindakan anak kita ini kita larang padahal dia lebih asyik dengan dunianya, tapi juga kita jangan biarkan begitu saja anak kita dengan dunianya yang belum jelas itu.‘’ lanjut ayah.
‘’Coba besok ayah telphon Pak Aulia, yah mau janjian untuk bertemu sekalian mengenalkan dengan bunda dan Ayu.‘’
‘’Iya yah, semoga Ayu bisa jadi anak sholeha yang kita harapkan.‘’
Amiin..!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih atas kunjungan dan Komentar Anda.
Kunjungi pula :
Fan Page : www.facebook.com/auliarahmanpakguru
Twitter : @auliapakguru